Kompas, Rabu,
5 Februari 2014
Sosok : Supardi
Pangan
Lokal ala Abah Sorgum
====================
Tidak
pernah terlintas di benak Supardi (73) bahwa hobinya bercocok tanam akan
membuat dia menjadi seorang petani “berpengaruh” di Indonesia. Belakangan,
Supardi justru dikenal dengan sebutan Abah Sorgum karena dia memang membudidayakan
sorgum sekaligus mengolah pangan berbahan sorgum.
====================
Supardi
tidak hanya membudidayakan sorgum untuk dirinya sendiri. Dia juga gencar
mengajak petani lain untuk menanam sorgum. Alasan Supardi, sorgum bisa menjadi
salah satu alternatif pangan di Tanah Air.
Abah,
begitu Supardi biasa dipanggil, rnengajarkan cara bercocok tanam hingga
mengolah biji sorgum menjadi berbagai makanan, seperti beras sorgum, tepung,
bubur, kue brownies, hingga bolu.
Petani
binaan Supardi bukan saja berasal dari daerah di sekitar tempat tinggalnya di
Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Mereka juga berasal dari beberapa
wilayah di Nusantara, seperti Nusa Tenggara Barat dan Jawa Timur.
Bahkan, ada
pula sejumlah orang yang datang dari luar negeri, seperti India, Thailand,
dan Vietnam.
Mereka datang ke rumah Supardi untuk belajar bertanam dan rnengolah sorgum.
Selain itu, Supardi juga menjadi pembicara dalam sejurnlah seminar untuk
menularkan ilrnunya tentang budidaya dan pengolahan sorgum.
Mendapat
tempat
Kegigihan
Supardi menanam sorgum juga mulai disambut baik oleh pemerintah daerah. Setiap
Jumat, Bupati Bandung menggelar coffee morning bersama pejabat Kabupaten
Bandung, dengan menu bubur sorgum. Sorgum pun sedikit banyak mulai mendapat
tempat di negeri ini.
“Sorgum
bisa ditanam di Indonesia.
Saya hanya ingin generasi mendatang menyukai sorgum sehingga kita tidak selalu
bergantung pada beras. Kalau bergantung terus pada beras, kita akan selalu
membeli beras dari luar negeri. Kondisi ini rasanya sangat memprihatinkan,”
kata Supardi.
Padahal
lanjutnya, “Kita seharusnya bisa memenuhi kebu tuhan pangan dalam negeri dari
produksi negeri kita sendiri yang kaya dan subur ini.” Supardi mengatakan hal
itu beberapa waktu lalu dalam seminar “Pa rade Pangan Nusantara” di Malang,
Jawa Timur.
Sorgum menurut
Supardi, awalnya berasal dari Afrika. Namun, pada era penjajahan, diduga
tanaman ini mulai berkembang di Tanah Air seiring dengan maraknya pangan rakyat
seperti bulgur.
Apa pun
itu, bagi Supardi, sekarang sorgum sudah menjadi bagian dari pertanian di Indonesia.
Itu sebabnya, dia bertekad mengembangkan sorgum menjadi bagian dari pangan
lokal di Indonesia.
Tergelitik
Kegigihan
Supardi mengupayakan sorgum agar lebih meluas ditanam petani dan dikonsumsi
banyak orang bukan tanpa alasan. Sebagai mantan tentara berpangkat pembantu
letnan dua (pelda) di Batalyon 330 Kodam III/Siliwangi, Jawa Barat, nurani
Supardi tergelitik ketika dari hari ke hari Indonesia semakin bergantung pada
negara lain dalam hal pangan. Padahal, negeri ini dianugerahi kesuburan dan
potensi pertanian luar biasa.
“Jangan
lagi nanti kita membeli pangan dari luar (negeri). Kita harus bisa memenuhi
kebutuhan pangan bangsa kita sendiri dengan kekuatan dan pengetahuan kita
sendiri. Pengetahuan kita tidak kalah dengan orang- orang luar negeri,
kok," ujar suami dari Cicih ini.
Beberapa
petani dari luar negeri yang bertemu Supardi justru rnerasa kaget mengetahui Supardi
mampu menyulap tanaman sorgum menjadi berbagai makanan. Biasanya mereka hanya
menjadikan tanaman sorgum sebagai pakan ternak.
Supardi
bercerita, dirinya mulai bertani sejak pensiun dari kesatuannya tahun 1987.
Sebagai petani “baru”, dia mencoba menanam berbagai jenis tanaman.
Namun,
tahun 1999 hati Supardi tertarnbat pada tanaman unik yang bentuknya dia nilai
indah. Di sawahnya yang terletak di pinggir anak Sungai Citarum, tanaman
seperti jagung dengan buah berbentuk biji-bijian tersebut sernakin menawan hati
Supardi.
Sejak saat
itu, selama enam bulan dia mencoba mengembangkan tanaman tersebut. Sorgum yang
dikembangkan Supardi terdiri atas dua jenis, yaitu sorgum putih dan sorgum
merah.
Sorgum
putih berusia 3 bulan 18 hari, sedangkan sorgum merah berusia 5-6 bulan.
Tanaman sorgum hidup di dataran rendah, di mana tanahnya tidak terendam air.
“Menanam
sorgum tidak rumit. Hama
tanaman ini hanya tikus dan burung. Jadi, lebih aman jika tanaman sorgum itu
kita tutup dengan jaring. Tanaman sorgum tidak perlu disemprot pestisida karena
ini berarti kita juga 'makan' racun pestisida tersebut,” ujar Supardi.
Selama ini
Supardi mengupayakan tanaman sorgumnya berkernbang secara organik. Dia hanya
membutuhkan pupuk secukupnya untuk tanaman tersebut.
Berbagai
olahan
Tidak hanya
menanarn sorgum, Supardi juga mengolah sorgum menjadi berbagai olahan makanan,
seperti bubur dan brownies atau bolu. Dibantu sang istri, Cicih, dan anaknya
yang menjadi analis kesehatan, Supardi terus menyosialisasikan pangan alternatif
nonberas tersebut kepada masyarakat.
“Sorgum
bisa diolah menjadi berbagai jenis makanan. Asal mau mencoba dan belajar, kita
bisa menjadikan sorgum sebagai salah satu alternatif makanan pengganti beras,”
tutur Supardi meyakinkan.
Tahun 2011
Supardi menemukan alat yang disebutnya “mesin sosoh beras sorgum pedesaan”.
Alat ini berupa mesin pembuat beras dan tepung sorgum. Mesin ini merupakan
penyempurnaan dari mesin buatan Universitas Padjadjaran, Bandung, yang sebelumnya bekerja sama dengan
Supardi untuk mengolah biji-biji sorgum hasil panennya.
“Saya yakin
sorgum bisa menjadi alternatif pangan di Tanah Air. Kita harus yakin bahwa kita
tidak harus bergantung pada beras selamanya,” ujar Supardi, warga Kampung
Bojong Koneng, RT 001 RW 006, Desa Bojong Manggu, Kecamatan Pameungpeuk,
Kabupaten Bandung, ini.
Dia lalu
menyebutkan, Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) merilis data bahwa sorgum
mengandung 329,00 kalori; 10,40 gram protein; 70,70 gram karbohidrac; 25,00
gram kalsium; dan beberapa kandungan nutrisi lain. Kandungan dalam sorgum
tersebut tidak jauh berbeda dengan apa yang ada di dalam jagung dan beras.
Oleh karena
itulah, dari hari ke hari, Supardi terus mengampanyekan pangan alternatif non beras.
Bagi dia, lebih baik makan makanan produksi dari dalam negeri daripada harus terus-menerus
bergantung pada pangan dari luar negeri.
Semangat
Supardi untuk menularkan antusiasme mencari pangan alternatif tersebut patut
diacungi jempol. Semangatmya agar Indonesia mandiri dalam pangan
tidak tergantung dari luar negeri.
====================
SUPARDI
Lahir: Bandung, 31 Desember 1940
Pekerjaan:
Petani sorgum
Pendidikan:
Sekolah Rakyat
Istri: Hj
Cicih
Anak:
- HM
Rusianto
- Dedi
Rohman
- Asep
Sulisno
- Abdullah
Arofah
- Hj Neneng
Supriyatiningsih
====================
Oleh:
Dahlia Irawati