Kompas,
14 April 2014
Gerakan Ibu
Petani Membebaskan Pangan dari Kimia
=====
Waktu menunjukkan
pukul 09.00, tetapi sinar mentari sudah menyengat. Di ujung Dusun Sumbersarim, Desa
Sendangmulyo, Kecamatan Tirtomoyo, Kabupaten Wonogiri Jawa Tengah, enam ibu
petani sibuk mencabut rumput di antara batang padi berusia 25 hari.
=====
Kaum ibu
itu, minggu lalu, sedang mencabuti rumput (matun) di sawah. Peluh membasahi
sebagian wajah ibu-ibu yang kepalanya bertutup caping. Tangan mereka cekatan
mencabuti rumput. Selain wajah, warna kulit bagian kaki, betis, lengan, dan
telapak tangan mereka juga legam terbakar sinar matahari. Namun, kegembiraan
tetap terpancar di wajah mereka.
Mereka,
yaitu Surati (50), Majinah (41), Tri Wahyuni (33), Turniyem (53), Patuni (31),
dan Tinem (61), ramai-ramai menyiangi gulma di sawah milik Tinem. Mereka adalah
anggota Kelompok Tani Lestari Alam Desa Sendangmulyo yang berjumlah 37 orang.
Semua anggota kelompok ini adalah ibu rumah tangga yang setiap hari turun ke
sawah menjadi petani. Bertahun-tahun mereka bertanggung jawab penuh atas
tanaman padi di tegalan dan sawah.
Suami
mereka kebanyakan merantau ke luar kota
setelah padi ditanam. Kaum lelaki itu baru pulang menjelang masa panen padi.
Walaupun menjadi tumpuan utama keluarga dalam bertani, mereka tak mengeluh.
Turun ke sawah saat suami merantau merupakan pilihan yang mereka ambil demi
menopang perekonomian keluarga. “Jika tidak kerja sama bapak dan ibu, ekonomi
keluarga oleng,” ujar Majinah Ketua Kelompok Tani Lestari Alam.
Hari itu,
sebelum mentari terbit, Majinah sudah turun ke sawah. Sebelum ditemui di sawah
milik Tinem, ia sudah turun di tiga sawah lain. Sawah miliknya ada di dua
tempat dan di tempat lain ia sebagai buruh penggarap.
Semua
mereka terima dengan lapang dada sehingga mereka pun rela dari pagi hingga menjelang
senja turun ke sawah. Bagi ibu yang memiliki anak usia sekolah, mereka baru ke
sawah setelah anaknya berangkat sekolah. Selama padi ditanam hingga panen,
rata-rata mereka berangkat pukul 07.00 hingga pukul 11.30, istirahat, lalu
kembali lagi ke sawah hingga pukul 17.00.
Di
Tirtomoyo, padi hanya bisa ditanam rnaksimal dua kali. Wonogiri terkenal
sebagai daerah kering sehingga lahan pertanian umumnya tadah hujan. Musim tanam
ketiga biasanya diisi dengan tanaman palawija.
Menjadi
pengendali pertanian, itulah peran yang dilakoni kaum ibu di Sumbersari sejak dahulu.
Belakangan, perempuan perkasa itu tidak hanya berpikir menopang ekonomi
keluarga, tetapi juga membebaskan keluarga dari produk pangan yang menggunakan
bahan kimia. Mereka bergerak ke depan, menghasilkan pangan yang sehat.
Sejak
setahun lalu, ibu petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Lestari Alam
memutuskan mengurangi penggunaan bahan kimia pada pertanian padi, palawija, dan
sayuran. Perlahan mereka meninggalkan pupuk, pestisida, dan perangsang buah
dari bahan kimia.
Sejak musim
tanam lalu, se cara bertahap mereka menggunakan pupuk organik. Jika sebelumnya
semua pupuk dari bahan kimia, kini hanya tinggal campuran urea yang masih ikut
dalam pemupukan. Selebihnya menggunakan pupuk dari kotoran sapi dan kambing
yang diolah sendiri oleh ibu-ibu.
Urine sapi
dan kambing yang berlimpah juga diolah menjadi pestisida organik untuk
menggantikan pestisida kimia. Perangsang buah juga diolah sendiri oleh ibu
petani. Kaum pria tak kuat dengan bau pesingnya. Biasanya mereka membantu
mencarikan bahan untuk campuran pupuk dan pestisida organik.
Kesadaran
kaum ibu untuk menghasilkan produk pangan yang sehat, terbebas dari bahan kimia,
mulai bangkit sejak mendapati pendampingan dari Surati yang juga perempuan
petani di dusun itu. Sejak 1998, Surati, yang aktif di lembaga swadaya masyarakat
Gita Pertiwi Solo, menjadi petani konsultan bagi kelompok tani perempuan itu. LSM
yang bergerak daldm pelestarian lingkungan dan pengembangan masyarakat merekrut
Surati sebagai tenaga lapangan dan petani konsultan.
Bekal
pengetahuan mengenai pertanian yang diperoleh Surati selama ini ditularkan kepada
perempuan petani lain. Kaum ibu belajar membuat pupuk dan pestisida dari
kotoran padat dan cair dari ternak sapi dan kambing mereka.
Kotoran
sapi yang padat di angkat dari kandang, lalu dicampur dengan arang sekam,
moretan (mikroba rekan petani), dan abu dapur. Agar suhu dalam campuran pupuk organik
itu merata, harus sering diaduk hingga akhirnya siap digunakan untuk tanaman.
Menjelang penyemprotan anti hama,
ibu-ibu mempersiapkan urine sapi dan kambing yang diolah menjadi pestisida
organik.
Gerakan mengembalikan
pertanian dengan penggunaan pupuk dan pestisida dimulai. “Untuk pupuk, tinggal
urea yang masih dicampur. Namun, pestisida 100 persen bebas kimia,” papar
Surati.
Benih
Sendiri
Surati juga
mengajari kaum ibu tani membuat benih padi sendiri sehingga tak perlu membeli.
Ke depan, ia juga siap menerapkan metode pemurnian benih. Dengan demikian, pada
saatnya kaum perempuan petani di daerahnya benar-benar mandiri dan mampu
melakukan pemurnian benih padi. “Kalau kita praktik sendiri membuat benih, jauh
lebih murah dan hasilnya luar biasa,” kata Surati.
Saat
memutuskan mengurangi pupuk kimia dan berhenti memakai pestisida kimia, kaum
ibu diberi pengertian oleh Surati bahwa hasil panennya tak sebanyak sebelumnya.
“Memang berkurang hasilnya. Kalau dulu dari lahan seluas 3.000 meter didapat 50
zak, kini cuma dapat 35 zak,” kata Majinah.
Walau hasil
panen berkurang olah tidak ada penyesalan dari wajah ibu-ibu petani itu.
Pengalaman bertani Surati, yang disaksikan langsung oleh warga sekitar, membuat
petani yakin setelah melewati beberapa panen nanti lahan padi yang memakai
pupuk dan pestisida organik bakal kembali subur. Lagi pula setelah panen
pertama masa tanam lalu, kualitas beras yang dihasilkan lebih bagus.
=====
Foto:
Ibu-ibu rumah
tangga di Dusun Sumbersari, Desa Sendangmulyo, Kecamatan Tirtomoyo, Kabupaten
Wonogiri, Jawa Tengah, hingga kini berperan sebagai petani. Mereka bahkan
berani mengambil risiko dengan mulai beralih ke pertanian organik demi
menghasilkan pangan yang sehat untuk keluarga. Mereka membuat sendiri pupuk dan
pestisida dari kotoran ternak sapi. Tampak enam ibu yang berada di tengah sawah,
akhir Maret 2014.
=====
(Oleh Sonya
Hellen S.)