Kompas, Kamis,
10 April 2014
Eusebio
Hornai Rebelo
Memerangi
Kemiskinan di Perbatasan
Eusebio
Hornai Rebelo, pria yang berpangkat letnan kolonel dan menjabat Komandan Kodim
1618/Kabupaten Timor Tengah Utara di Kefamenanu, Pulau Timor, bagian Nusa
Tenggara Timur, ini lebih dikenal sebagai komandan yang bersama jajarannya
gencar memerangi keterisolasian dan kemiskinan di wilayah Timor Tengah Utara,
kawasan di perbatasan negara.
=====
Timor
Tengah Utara adalah salah satu dari empat kabupaten di Nusa Tenggara Timur yang
wilayah daratannya berbatasan dengan Timor Leste. Bersama Kabupaten Kupang,
tetangga sebelah baratnya, tepi utara Timor Tengah Utara berbatasan dengan
Oekusi, daerah enklave Timor Leste. Dua daerah lain adalah Kabupaten Belu dan
Malaka, berbatasan dengan ujung barat wilayah negara baru ini.
Timor Leste
yang dulu disebut Timor Timur lepas dari NKRI 15 tahun lalu lewat penentuan
pendapat atau referendum. Pemisahan itu meninggalkan tapal batas darat
sepanjang 280 kilometer. Perbatasan itu adalah Belu-Malaka (149,9 kilometer),
Timor Tengah Utara (114,9 kilometer), dan Kupang (15,2 kilometer).
Kondisi
daerah perbatasan tersebut amat tertinggal. Infrastruktur jalan umum berupa
jalan tanah dan pengerasan. Bahkan, banyak sungai belum dilengkapi jembatan
Selain itu, belum semua warga bisa menikrnati aliran listrik dan air bersih.
Inilah gambaran kondisi kawasan perbatasan, teras depan NKRI, yang terabaikan.
Dari sisi rniliter,
situasi perbatasan Nusa Tenggara Timur dan Timor Leste relatif kondusif dan damai.Kondisi
itu menjadi alasan kuat bagi Eusebio (44) guna memberdayakan potensi dan energi
yang dimiliki untuk kesejahteraan masyarakat.
Sejak
menjadi Komandan Kodim 1618/Timor Tengah Utara di Kefamenanu, tiga tahun lalu, Eusebio
memberi perhatian khusus pada upaya ke tahanan pangan dan berusaha mengatasi
keterisolasian masyarakat setempat. Sulung dari tiga bersaudara anak pasangan
Patricio Rebelo dan Blandina Hornai ini adalah putra daerah setempat.
Didukung
pemerintah dan masyarakat setempat, Eusebio bersama jajarannya mengubah lahan
tidur sekaligus memaksimalkan pengolahan sekitar 900 hektar sawah petani di
tapal batas. Area itu terdapat di kawasan Ponu, Kecamatan Biboki Anleu (sekitar
300 hektar), dan kawasan Seko, Desa Tasinifu, Kecamatan Mutis (sekitar 600
hektar).
Hamparan
sawah di Ponu sebenarnya sudah didukung irigasi permanen sejak tahun 1979.
Namun, pengolahan lahan yang selama ini dilakukanpara petani relatif tidak
maksimal karena suplai air tidak cukup untuk menggenangi seluruh area.
Kondisi
tersebut bertambah parah setelah bangunan di sekitar mulut bendungan mengalami
kerusakan. Gerusan banjir mengubah mulut bendungan pada posisi lebih tinggi
dari aIur sungai sehingga air tak lagi bisa mengalir ke sawah melalui jaringan
irigasi.
Akibatnya,
hamparan sawah menjadi lahan tidur. Jika ada sejumlah petani yang berupaya
mengolah pun, jumlahnya sangat terbatas. Pengolahan lahan tersebut juga hanya
untuk menanam sekali setahun karena mereka cuma mengandalkan air hujan.
Kerusakan
mulut irigasi Bendungan Ponu lalu diperbaiki lewat program Bhakti TNI Kodim
Timor Tengah Utara bersama pemerintah dan masyarakat setempat, awal tahun 2012.
Mereka berusaha memulihkan alur sungai di sekitar mulut Bendungan Ponu agar air
bisa mengalir melalui jaringan irigasi dan menggenangi seluruh area persawahan.
Setelah
jaringan irigasi kembali normal, pengolahan lahan sawah pun bisa dilakukan
warga karena ketersediaan airnya cukup. Dengan memanfaatkan benih padi jenis
Membrarno, hamparan sawah di sekitar Bendungan Ponu kemudian bisa menghasilkan
panen raya pada Juni 2012. Hasilnya sekitar 5,5 ton gabah per hektar dan sejak
waktu itu area persawahan di Ponu pun bisa diolah petani dua kali dalarn setahun.
Kebun
contoh
Selain di
Ponu, Kodim 1618/Timor Tengah Utara juga mendorong pengolahan area persawahan
di Seko, Desa Tasinifu, Kecamatan Mutis. Dorongan tersebut juga diawali dengan
perbaikan saluran irigasi.
Setelah air
bisa mengalir normal melalui saluran, area sawah seluas lebih dari 300 hektar
itu pun dapat diolah masyarakat setempat secara maksirnal.
Pada saat
yang sama, Kodim 1618/Timor Tengah Utara melalui program Tentara Manunggal
Membangun Desa juga diminta membangun jalan sepanjang 8 kilometer dari Aplal,
pusat Desa Tasinifu, hingga area persawahan di Seko. Area persawahan itu nyaris
menyentuh tapal batas tepi selatan Oekusi.
Tahun 2013,
jajaran di bawah Eusebio kembali membuka kebun contoh pengolahan lahan kering
untuk tanaman bawang merah dan jagung sekaligus tanaman kelor sebagai tumpang
sari. Kebun seluas lebih kurang 4 hektar itu berlokasi di Desa Bitefa,
Kecamatan Bikomi Selatan, 50 kilometer arah utara Kefamenanu.
Untuk
menggerakkan warga, Eusebio awalnya melibatkan 20 petani setempat. Mereka
bemaung di bawah Kelompok Tani Berani Hidup Bitefa. Bersama aparat Kodim,mereka
menanami lahan dengan bibit bawang merah.
“Ketika
paneh, hasilnya langsung dijual untuk para petani, Sedikitnya setiap petani
bisa mendapat Rp 750.000,” kata sekretaris kelompok tani terkait, Antonius Teklasi.
Hingga
pekan ketiga Maret lalu, area kebun dengan tanaman jagung menjelang panen. “Selain
jagung, warga juga bisa menanam kelor sebagai tumpang sari,” ujar Komandan
Koramil Kota Kefamenanu Kapten Hendry Dunant tentang tanaman kelor (Moringa
oleifera) yang di kalangan warga Nusa Tenggara Timur disebut merungge.
Manfaat
ganda
Eusebio
menambahkan, kegiatan mengembangkan tanaman kelor semakin meluas seiring dengan
dukungan Komandan Korem Nusa Tenggara Timur Brigadir Jenderal Achmad Yuliarto.
Area tanam bertambah menjadi sekitar 125 hektar.
“Usaha ini
dilakukan para petani setempat setelah memperoleh benih panduan teknis dari
Kodim Timor Tengah Utara,” kata Eusebio di Kefamenanu, akhir Maret lalu.
Kelor
adalah jenis tanaman yang bermanfaat ganda. Selain berfungsi untuk penghijauan,
kelor juga mengandung nutrisi dan vitamin.
“Kelor memiliki
manfaat yang luar biasa. Biji, bunga, dan daun kelor bisa menyembuhkan beberapa
penyakit,” ujar Eusebio.
Berkat
berbagai terobosan yang dia lakukan, Kodim 1618/Timor Tengah Utara meraih
penghargaan sebagai Kodim Pratama Terbaik Tingkat Komando Utama Kewilayahan
dari Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Budiman pada 7 November 2013.
=====
Eusebio Hornai Rebelo
Lahir:
Oekusi (sekarang wilayah Timor Leste), 7 Februari 1970
Istri:
Natalia Ratna Dewanti
Anak:
Eugenie Vina Novarina, Christophorus Dwi Putra, Alexandra Dina Junita
Pendidikan:
Akademi Militer Magelang (1992)
Karier:
Kepala Seksi Intel Korem 173/Papua di Biak; Komandan
Detasemen Intelejen Kodam 17/Cenderawasih, Papua; Komandan Kodim 1618/Timor
Tengah Utara sejak 8 November 2011
=====
(Oleh Frans
Sarong)
No comments:
Post a Comment