Sunday, April 13, 2014

Memerangi Kemiskinan di Perbatasan











Kompas, Kamis, 10 April 2014
Eusebio Hornai Rebelo
Memerangi Kemiskinan di Perbatasan

Eusebio Hornai Rebelo, pria yang berpangkat letnan kolonel dan menjabat Komandan Kodim 1618/Kabupaten Timor Tengah Utara di Kefamenanu, Pulau Timor, bagian Nusa Tenggara Timur, ini lebih dikenal sebagai komandan yang bersama jajarannya gencar memerangi keterisolasian dan kemiskinan di wilayah Timor Tengah Utara, kawasan di perbatasan negara.

=====

Timor Tengah Utara adalah salah satu dari empat kabupaten di Nusa Tenggara Timur yang wilayah daratannya berbatasan dengan Timor Leste. Bersama Kabupaten Kupang, tetangga sebelah baratnya, tepi utara Timor Tengah Utara berbatasan dengan Oekusi, daerah enklave Timor Leste. Dua daerah lain adalah Kabupaten Belu dan Malaka, berbatasan dengan ujung barat wilayah negara baru ini.

Timor Leste yang dulu disebut Timor Timur lepas dari NKRI 15 tahun lalu lewat penentuan pendapat atau referendum. Pemisahan itu meninggalkan tapal batas darat sepanjang 280 kilometer. Perbatasan itu adalah Belu-Malaka (149,9 kilometer), Timor Tengah Utara (114,9 kilometer), dan Kupang (15,2 kilometer).

Kondisi daerah perbatasan tersebut amat tertinggal. Infrastruktur jalan umum berupa jalan tanah dan pengerasan. Bahkan, banyak sungai belum dilengkapi jembatan Selain itu, belum semua warga bisa menikrnati aliran listrik dan air bersih. Inilah gambaran kondisi kawasan perbatasan, teras depan NKRI, yang terabaikan.

Dari sisi rniliter, situasi perbatasan Nusa Tenggara Timur dan Timor Leste relatif kondusif dan damai.Kondisi itu menjadi alasan kuat bagi Eusebio (44) guna memberdayakan potensi dan energi yang dimiliki untuk kesejahteraan masyarakat.

Sejak menjadi Komandan Kodim 1618/Timor Tengah Utara di Kefamenanu, tiga tahun lalu, Eusebio memberi perhatian khusus pada upaya ke tahanan pangan dan berusaha mengatasi keterisolasian masyarakat setempat. Sulung dari tiga bersaudara anak pasangan Patricio Rebelo dan Blandina Hornai ini adalah putra daerah setempat.

Didukung pemerintah dan masyarakat setempat, Eusebio bersama jajarannya mengubah lahan tidur sekaligus memaksimalkan pengolahan sekitar 900 hektar sawah petani di tapal batas. Area itu terdapat di kawasan Ponu, Kecamatan Biboki Anleu (sekitar 300 hektar), dan kawasan Seko, Desa Tasinifu, Kecamatan Mutis (sekitar 600 hektar).

Hamparan sawah di Ponu sebenarnya sudah didukung irigasi permanen sejak tahun 1979. Namun, pengolahan lahan yang selama ini dilakukanpara petani relatif tidak maksimal karena suplai air tidak cukup untuk menggenangi seluruh area.

Kondisi tersebut bertambah parah setelah bangunan di sekitar mulut bendungan mengalami kerusakan. Gerusan banjir mengubah mulut bendungan pada posisi lebih tinggi dari aIur sungai sehingga air tak lagi bisa mengalir ke sawah melalui jaringan irigasi.

Akibatnya, hamparan sawah menjadi lahan tidur. Jika ada sejumlah petani yang berupaya mengolah pun, jumlahnya sangat terbatas. Pengolahan lahan tersebut juga hanya untuk menanam sekali setahun karena mereka cuma mengandalkan air hujan.

Kerusakan mulut irigasi Bendungan Ponu lalu diperbaiki lewat program Bhakti TNI Kodim Timor Tengah Utara bersama pemerintah dan masyarakat setempat, awal tahun 2012. Mereka berusaha memulihkan alur sungai di sekitar mulut Bendungan Ponu agar air bisa mengalir melalui jaringan irigasi dan menggenangi seluruh area persawahan.

Setelah jaringan irigasi kembali normal, pengolahan lahan sawah pun bisa dilakukan warga karena ketersediaan airnya cukup. Dengan memanfaatkan benih padi jenis Membrarno, hamparan sawah di sekitar Bendungan Ponu kemudian bisa menghasilkan panen raya pada Juni 2012. Hasilnya sekitar 5,5 ton gabah per hektar dan sejak waktu itu area persawahan di Ponu pun bisa diolah petani dua kali dalarn setahun.

Kebun contoh


Selain di Ponu, Kodim 1618/Timor Tengah Utara juga mendorong pengolahan area persawahan di Seko, Desa Tasinifu, Kecamatan Mutis. Dorongan tersebut juga diawali dengan perbaikan saluran irigasi.

Setelah air bisa mengalir normal melalui saluran, area sawah seluas lebih dari 300 hektar itu pun dapat diolah masyarakat setempat secara maksirnal.

Pada saat yang sama, Kodim 1618/Timor Tengah Utara melalui program Tentara Manunggal Membangun Desa juga diminta membangun jalan sepanjang 8 kilometer dari Aplal, pusat Desa Tasinifu, hingga area persawahan di Seko. Area persawahan itu nyaris menyentuh tapal batas tepi selatan Oekusi.

Tahun 2013, jajaran di bawah Eusebio kembali membuka kebun contoh pengolahan lahan kering untuk tanaman bawang merah dan jagung sekaligus tanaman kelor sebagai tumpang sari. Kebun seluas lebih kurang 4 hektar itu berlokasi di Desa Bitefa, Kecamatan Bikomi Selatan, 50 kilometer arah utara Kefamenanu.

Untuk menggerakkan warga, Eusebio awalnya melibatkan 20 petani setempat. Mereka bemaung di bawah Kelompok Tani Berani Hidup Bitefa. Bersama aparat Kodim,mereka menanami lahan dengan bibit bawang merah.

“Ketika paneh, hasilnya langsung dijual untuk para petani, Sedikitnya setiap petani bisa mendapat Rp 750.000,” kata sekretaris kelompok tani terkait, Antonius Teklasi.

Hingga pekan ketiga Maret lalu, area kebun dengan tanaman jagung menjelang panen. “Selain jagung, warga juga bisa menanam kelor sebagai tumpang sari,” ujar Komandan Koramil Kota Kefamenanu Kapten Hendry Dunant tentang tanaman kelor (Moringa oleifera) yang di kalangan warga Nusa Tenggara Timur disebut merungge.

Manfaat ganda

Eusebio menambahkan, kegiatan mengembangkan tanaman kelor semakin meluas seiring dengan dukungan Komandan Korem Nusa Tenggara Timur Brigadir Jenderal Achmad Yuliarto. Area tanam bertambah menjadi sekitar 125 hektar.

“Usaha ini dilakukan para petani setempat setelah memperoleh benih panduan teknis dari Kodim Timor Tengah Utara,” kata Eusebio di Kefamenanu, akhir Maret lalu.

Kelor adalah jenis tanaman yang bermanfaat ganda. Selain berfungsi untuk penghijauan, kelor juga mengandung nutrisi dan vitamin.

“Kelor memiliki manfaat yang luar biasa. Biji, bunga, dan daun kelor bisa menyembuhkan beberapa penyakit,” ujar Eusebio.

Berkat berbagai terobosan yang dia lakukan, Kodim 1618/Timor Tengah Utara meraih penghargaan sebagai Kodim Pratama Terbaik Tingkat Komando Utama Kewilayahan dari Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Budiman pada 7 November 2013.


=====
Eusebio Hornai Rebelo
Lahir: Oekusi (sekarang wilayah Timor Leste), 7 Februari 1970
Istri: Natalia Ratna Dewanti
Anak: Eugenie Vina Novarina, Christophorus Dwi Putra, Alexandra Dina Junita
Pendidikan: Akademi Militer Magelang (1992)
Karier: Kepala Seksi Intel Korem 173/Papua di Biak; Komandan Detasemen Intelejen Kodam 17/Cenderawasih, Papua; Komandan Kodim 1618/Timor Tengah Utara sejak 8 November 2011
=====

(Oleh Frans Sarong)

No comments:

Post a Comment